Saya pernah melakukan riset tak resmi tentang makanan-makanan yang terbuang. Saya bertanya kepada sejumlah ibu rumah tangga, tak hanya para tetangga di komples saya, tapi juga beberapa teman yang tinggal di wilayah lain di Mataram.
“Kalau sayur yang bersisa, hampir setiap hari. Terutama sayuran hijau. Kan tidak boleh disimpan lama setelah dimasak. Harus sekali makan, tetapi selalu bersisa. Kadang pernah sampai satu mangkuk saya buang di keranjang sampah pagi-pagi,” kata Widya Sundari, seorang ibu rumah tangga yang berdomisili di sebuah kompleks perumahan di Pagutan, Mataram.
“Jarang sayuran bisa pas saat dihidangkan. Kadang kurang, tapi lebih sering kelebihan, sehingga terpaksa dibuang,” ungkap Amelia, seorang warga Ampenan.
Selain sayuran, makanan yang kerap masuk keranjang sampah adalah nasi. Sebagian besar keluarga di Mataram memasak menggunakan magic com sebuah produk inovasi gabungan dari rice cooker dan magic jar. “Percuma punya alat canggih untuk memasak nasi sekaligus penghangat. Nasi baru beberapa jam sudah berair seperti basi, atau menjadi kering dan berkerak,” keluh Ratnawati di Monjok, Mataram.
Saya mulai iseng menghitung nilai dari makanan-makanan yang menjadi limbah rumah tangga. Jika seratus KK saja dalam satu lingkungan di Mataram yang membuang sisa makanan setiap hari, saya dapatkan angka Rp 300 juta yang terbuang sia-sia setiap bulannya.
Saya asumsikan nilai sayur yang terbuang itu Rp 2.000, dikalikan 100 KK dikalikan 50 lingkungan se-Kota Mataram kali satu bulan atau 30 hari. Jika dikalikan lagi 12 bulan, maka ketemu nominal Rp 3,6 miliar pertahun! Angka ini bahkan bisa lebih dari itu. Boleh jadi mencapai Rp 10 miliar pertahun. Itu baru di Kota Mataram.
Dari sayur dan lauk yang tak termakan itu, jika dikalkulasikan nilainya, menghasilkan angka-angka yang begitu fantastis. (Buyung Sutan Muhlis/Bersambung)