Gunakan Dulang Penyaji untuk Peresmian, Bukan Tumpeng Jawa (1000 Menu Kuliner Ampenan – Bagian 3)

Bagikan

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on pinterest
Wanita-wanita Suku Sasak yang membawa dulang

NAMPAN berbentuk lingkaran atau dulang adalah peralatan paling dominan terlihat dalam perhelatan begawe, pesta tradisional masyarakat Lombok. Dulang lebih banyak digunakan sebagai media menghidangkan berbagai jenis makanan. Dulunya, nampan Lombok terbuat dari bahan kayu. Namun lantaran ketersediaan bahan baku pembuatan dulang semakin berkurang, maka nampan yang banyak digunakan bikinan pabrikan berbahan logam.

Budayawan Sasak Drs H Lalu Anggawa Nuraksi menjelaskan, di Lombok dikenal tiga jenis dulang, yaitu dulang wiwitan, penyaji, dan penamat. Bentuk dulang hampir sama, tapi berbeda isi dan peruntukannya. “Kalau dulang wiwitan isinya minuman dan buah-buahan. Misalnya saya tahu Anda datang ke mari, maka dulang pertama yang datang adalah dulang wiwitan,” kata Anggawa.

Menurutnya, dalam seremoni tradisional Lombok, mestinya dulang wiwitan digunakan sebagai simbol dibukanya suatu even atau peresmian. “Kenapa harus pakai cara Jawa, potong tumpeng, kita kan bukan orang Jawa?” ucap Anggawa tak habis pikir.

Jika tumpeng di Jawa dasarnya bundar mengerucut ke atas, materi dulang wiwitan di Lombok bagian dasar berbentuk segitiga. Bentuk ini merujuk pada Sasak prasejarah sebagai penganut kepercayaan wetu telu. Tiga sisi dalam satu kesatuan, yaitu sisi Tuhan atau Sang Pencipta, sisi manusia, sisi alam sekitarnya. Filosofinya, orang Sasak berbuat mulai dari dasar  memperkuat diri dengan keyakinan kepada Sang Pencipta alam semesta. “Dalam dulang wiwitan, jika dasarnya dibuat lebar, maka puncaknya akan semakin tinggi. Tidak dipotong seperti tumpeng Jawa, tapi dibelah,” ujarnya.

Nampan ke dua atau dulang penyaji, berisi aneka macam masakan, misalnya berbagai pelalah (gulai) daging hewan, empol (pucuk batang kelapa atau enau) dan telur, plecingan (masakan daging dengan sambal khas) , ares kedebong (gulai dari batang pisang), dan lainnya. Isi dulang penyaji semacam hidangan utama di restoran atau pesta-pesta modern.

Sedangkan dulang penamat disebut juga berkat. Berbagai makanan dibagikan kepada seluruh tamu untuk dibawa pulang. Semacam oleh-oleh. “Dulu, waktu saya masih menjadi camat, mobil Kijang saya penuh dengan berkat setiap saya datang ke acara begawe (pesta),” tandas Anggawa. (Buyung Sutan Muhlis/Bersambung)

Bagikan

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on pinterest

Berita Terkait

No Content Available