(AL IQRO’ Ampenan, 7_9_21) Salah satu bukti autentik tentang besar, kuat dan tingginya suatu peradaban di suatu wilayah. Adalah dibuktikan dengan keberadaan karya sastra berbentuk tulisan yang dimiliki oleh peradaban tersebut. Kualitas dan kuantitas dari karya tulis sastra itu, merupakan bukti sejarah yang empiris terkait kebesaran dan kehebatan suatu peradaban.
“Tidak bisa suatu bangsa atau kelompok masyarakat mengaku memiliki sejarah peradaban yang besar dan kuat, tanpa didukung dengan bukti-bukti empiris. Salah satu bentuk bukti empiris yang dimaksud adalah keberadaan karya sastra tertulis,” sebut Dr. Dewa Wijaya, seorang pemerhati sosial budaya mengomentari isu kekuatan bangsa-bangsa di masa lampau.
Bangsa Indonesia yang terdahulu memiliki keterkaitan erat dengan entitas besar yang dikenal dengan nama Nusantara, terbukti memiliki catatan sejarah yang kuat mengenai kebesaran dan kemajuan peradabanya. Dewa menyebut setidaknya ada 5 kitab sastra kuno yang terbukti menceritakan kemajuan peradaban Nusantara dari beberapa latar belakang materi tulisan.
“Kitab Negara Kertagama, Kitab Sutasoma, Kitab Arjun Wiwaha, Serat Centhini dan La Galigo adalah lima diantara kitab yang berisi naskah sastra, yang berisi kisah kuat dan besarnya peradaban Nusantara waktu itu. Kitab-kitab itu meruapakan bukti empiris dan autentik yang membuktikan besar dan kuat serta majunya peradaban leluhur kita dahulu,” sebut pria yang diketahui menaruh perhatian khusus pada isu-isu sejarah Nusantara tersebut.
Menurut Dewa catatan-catatan penting berisi sejarah itu, meski sudah tidak berada dalam wilayah Indoensia saat ini. Diakui dunia merupakan milik Nusantara. Artinya dunia juga mengakui secara tidak langsung bahwa kemajuan peradaban Nusantara kala itu, sebanding bahkan mungkin tak tertandingi peradaban-peradaban lainya.
Hanya saja beberapa waktu belakangan kemajuan dan besarnya peradaban tersebut, tidak terwariskan utuh kepada generasi penerusnya hingga saat ini.
“Banyak sebab yang menjadikan sejarah kebesaran Nusantara tidak terwariskan sekarang. Dan saya meyakini fenomena itu tidak terjadi secara natural. Namun melibatkan rancangan besar dari kaum luar yang dibantu beberapa oknum orang dalam untuk meraih kepentingan pribadi mereka,” sebut Dewa yang masih aktif bertugas sebagai perwira menengah di tubuh Polri tersebut.
“Semestinya materi pembelajaran tentang sejarah besar, kuat dan majunya Nusantara terus diingatkan kepada seluruh generasi bangsa. Sebagai acuan mereka dalam membentuk cara pandang dan berfikir mereka hingga dewasa nanti,” sebut pria yang sempat menjabat selaku Kapolsek Serpong Banten dan saat itu dikenal dengan panggilan AKP Dewa Wijaya.
Dewa menilai kewajiban mempelajari sejarah yang berisi tentang besar dan majunya peradaban leluhur, bisa menjadi modal dasar menanamkan rasa bangga menjadi Indonesia. Dasar rasa kebanggan ini diyakini akan sangat mampu menjaga semangat positif dalam setiap individu, untuk berbuat maksimal demi mengibarkan kembali kejayaan Nusantara tersebut. (red)





