TABIR masa silam itu, tersibak dari lontaran belerang.
Adanya peristiwa vulkanik besar pada tahun 1257, teridentifikasi dari data di inti es berikut catatan abad pertengahan di belahan bumi bagian utara.
Di tahun 1980-an, para ilmuwan menemukan adanya lonjakan konsentrasi sulfat yang terkait dengan endapan abu rhyolitik, di inti es Pulau Kreta, terletak di selatan Yunani. Inti es ini menunjukkan lonjakan sulfat besar yang dletuskan tahun 1257, terbesar dalam 7000 tahun dan dua kali ukuran sulfat dari letusan Tambora di tahun 1815.
Sejak itulah upaya untuk menemukan sumber vulkanik di tahun 1257 dimulai.
Tentu saja, itu pekerjaan besar yang sangat rumit. Ada sederetan nama gunung di sejumlah negara yang meletus antara tahun 1256 sampai 1258, antara lain Gunung Okataina di Selandia Baru, El Chichón di Meksiko, Quilotoa di Ekuador, dan Samalas di Indonesia.
Sebelumnya, sebuah gunung berapi yang meletus di tahun 1256 di Harrat al-Rahat, sebelah Madinah, masuk dalam daftar periset. Namun, setelah melewati penelitian seksama, disimpulkan bahwa erupsi gunung ini terlampau kecil untuk mampu memicu lonjakan sulfat seperti yang ditemukan.
Butuh waktu 30-an tahun untuk memastikan sumber erupsi. Akhirnya, di tahun 2012, setelah Franck Lavigne bersama tim peneliti dari Universitas Pantheon-Sorbonne, Paris, menggabungkan data historis, bukti geokimia, penanggalan karbon, dan data fisik, sampai pada sebuah kesimpulan. Bahwa Gunung Samalas adalah pemilik sulfat di inti es Pulau Kreta. Sedangkan Gunung Okataina, El Chichón, dan Quilotoa di Ekuador, tidak sesuai dengan chemistry lonjakan belerang.
“Pekerjaan yang hebat. Mereka membuat Samalas sangat menarik,” kata Erik Klemetti, ahli geologi dari Universitas Denison, New York.
Riset tim Lavigne beranggotakan peneliti dari Perancis, Swiss, Inggris, dan Indonesia. Mereka didukung Kementerian Riset RI, Universitas Gadjah Mada, Universitas Mataram, Laboratoire de Géographie Physique, Universitas Paris 1-Panthéon-Sorbonne, Center National pour la Recherche Scientifique, proyek ECRin (AO-INSU-2013), dan Institut de Physique du Globe de Paris.
“Dalam menggambar pada data vulkanologi fisik, stratigrafi, dan geomorfik, penanggalan radiokarbon presisi tinggi, geokimia tephra, dan pada tafsir teks sejarah, kami menyajikan bukti baru yang menguatkan kejadian yang digambarkan di Babad Lombok,” jelas Lavigne.
Pada catatan yang termuat di situs PNAS, para ilmuwan menelusuri hutan Rinjani yang ditumbuhi berbagai spesies pohon dan semak, diantaranya podocarpus, engelhardia, dan casuarina junghuhniana. Tumbuhan-tumbuhan tersebut mampu hidup ratusan tahun. Ada berbagai fragmen batang pohon hangus diambil sebagai sampel.
Nama Samalas menjadi begitu penting sejak catatan ilmiah Lavigne dipublikasi.
Jika endapan magma gunung ini menjangkau kutub utara dan selatan, dapat dibayangkan bagaimana dampak yang ditimbulkan di wilayah sekitar. Letusan gunung itu, dimulai dengan erupsi freatik (letusan dengan tekanan uap air) pertama, mendepositkan 3 centimeter abu di atas 400 kilometer persegi barat laut Lombok. Berikutnya, abu apung kaya lithium jatuh, mencapai ketebalan 8 sentimeter melawan angin timur Lombok Timur dan Bali. Batu apung terlontar sampai ke timur Pulau Sumbawa, dengan ketebalan 7 sentimeter Beberapa endapan abu terkikis aliran piroklastik, menghasilkan struktur alur bahkan melintasi Laut Bali. Catatan menyebutkan, setelah Gunung Samalas meletus, bagian barat Sumbawa tak dapat dihuni selama beberapa generasi.
Dan Samalas memang menjadi sangat menarik, seperti dikatakan Klemetti. Kota kuno Pamatan yang terkubur di bawah endapan tephra Gunung Samalas, di suatu tempat di Pulau Lombok, jika dapat ditemukan, akan memberikan wawasan penting tidak hanya untuk kesejarahan Indonesia, tetapi bahkan menjadi situs warisan dunia.
Nama Kota Pamatan kini menambah deretan kota-kota dunia yang diberitakan hilang. Tetapi mungkin tak perlu menunggu sampai 1600 tahun sebagaimana Pompeii ditemukan kembali, kota di zaman Romawi kuno yang ditenggelamkan letusan gunung Vesuvius pada tahun 79. Kota yang hilang, awalnya mungkin cerita samar. Tetapi riwayat Lombok yang terekam di lapisan debu belerang, mengungkap jejak itu. (Buyung Sutabn Muhlis/Bersambung)