(AL IQRO’ Ampenan) Semua manusia sama di Mata Yang Maha Kuasa, semua orang berkedudukan sama di depan hukum, setiap orang terlahir sama dengan tidak membawa apa-apa dan akan kembali dalam kondisi yang sama pula. Kalimat-kalimat itu sudah sangat lumrah terdengar dan diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Namun tidak dapat diabaikan bahwa terjadi perbedaan golongan dalam perjalanan kehidupan bermasyarakat di seluruh dunia.
“Tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan strata kehidupan antar individu terjadi secara nyata di tengah masyarakat. Baik yang tampak fulgar dari sisi kemampuan secara ekonomi dan rupa fisik maupun perbedaan yang tak tampak oleh mata seperti kecerdasan maupun kemampuan secara kebatinan,” ungkap seorang pemerhati sosial budaya Dr. Dewa Wijaya pada suatu kesempatan Rabu (5/5/21).
Ia meyakini bahwa perbedaan-perbedaan itu terjadi sebagai bentuk hasil dari proses panjang yang dialami oleh masing-masing individu. Proses dari berbagai tahapan kehidupan masing-masing orang yang hasilnya akan sangat dipengaruhi oleh sifat dan kesempatan yang mereka raih.
“Banyak orang memiliki kesempatan yang sama, namun sifat masing-masing individu akan sangat mempengaruhi hasil yang akan mereka capai. Perbedaan hasil yang signifikan bagi masing-masing individu ini akan terus memberikan dampak kedepan, sehingga makin lama perbedaan itu akan semakin merenggang. Apalagi terhadap orang-orang yang memiliki kesempatan yang berbeda, tentunya hasil yang diraih akan sangat berbeda pula,” sambung pria yang masih tercatat aktif sebagai Perwira di Mabes Polri ini.
Disebutkannya juga bahwa sifat individu ini kerap kali terbawa dalam gen atau darah keturunan. Sehingga tidak jarang ditemukan sifat kebiasaan seseorang akan diwariskan juga oleh anak keturunannya meski tidak persis sama tersalin secara utuh.
“Sepertinya hal inilah yang menjadi dasar adanya pembedaan kasta (catur warna) atau golongan dalam beberapa peradaban kehidupan manusia. Seperti halnya dalam ajaran Hindu kami mengenal 4 kasta dalam kehidupan manusia,” Sebut pria yang beberapa tahun lalu sempat menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Bandara Soeta dan dikenal dengan panggilan AKP Dewa Wijaya itu.
“Kaum Sudra berciri sifat rajin dalam pekerjaan rutinitas. Kaum Weisa dalam bekerja lebih terfokus pada perhitungan untung rugi. Kaum Ksatria selalu sibuk dengan urusan masyarakat banyak dan Kaum Brahmana yang terlepas dari urusan dunia dan fokus pada aktivitas Keilahian,” jelasnya dengan bahasa perlahan bernada rendah.
Diyakininya juga bahwa garis sifat setiap orang, tetap merupakan anugerah dari Tuhan. Dan menjadi hak prerogatif Yang Maha Kuasa untuk menentukanya. Karena tak ada satupun manusia di dunia yang diberi kesempatan untuk menentukan sendiri, dari keluarga mana akan dilahirkan dan sifat serta kasta (catur warna) apa yang akan dimilikinya. Namun menurutnya tetap saja setiap individu diwajibkan untuk berusaha memperbaiki diri secara maksimal.
“Setiap orang tentunya memiliki peran masing-masing yang harus dilakoni di muka bumi ini. Peran lakon masing-masing orang itu akan sangat didukung oleh sifat yang terbawa dari kasta dan golonganya. Dan setiap individu pastinya akan menerima ganjaran dari apa yang dilakukannya, balasan yang akan diterimanya baik di dunia maupun di akhirat kelak” tutupnya tegas. (red)





