Memaknai Kuningan dalam Menumbuhkan Kesadaran Spiritual di Era Milenial

Bagikan

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on pinterest
Kombes Pol Doktor Dewa Wijaya (tengah belakang) bersama Istri dan ketiga anak

Hari Raya Kuningan bukan hanya milik masa lalu, bukan sekadar simbol budaya, dan bukan pula sekadar rutinitas religius. Ia adalah pesan mendalam dari semesta untuk generasi masa kini—terutama generasi milenial—yang tengah menavigasi dunia yang serba instan, penuh distraksi, dan sering kali menjauh dari jati diri spiritualnya.

Sebagai seorang yang hidup di antara tradisi dan modernitas, saya melihat Hari Raya Kuningan sebagai cermin bagi generasi milenial untuk kembali bertanya: “Siapa diri saya sesungguhnya?” Di tengah gempuran media sosial, target finansial, dan pencitraan digital, Hari Raya Kuningan hadir sebagai oase yang menyejukkan jiwa. Ia mengajak kita kembali pada keseimbangan—bukan hanya antara pikiran, perkataan, dan tindakan—tetapi juga antara dunia luar yang penuh gemerlap dan dunia dalam yang sunyi, jernih, dan penuh makna.

Galungan dan Kuningan sesungguhnya adalah dua fase dari perjalanan spiritual manusia. Galungan adalah kemenangan dharma dalam diri, dan Kuningan adalah perayaan integritas spiritual itu. Ia mengingatkan bahwa hidup bukan semata mengejar kesuksesan, tetapi juga merawat kesadaran dan koneksi dengan leluhur, alam, dan Tuhan.

Saya percaya, kesadaran spiritual bukan sesuatu yang kuno. Justru di era milenial inilah, kesadaran itu menjadi kebutuhan. Karena ketika hidup terasa hampa meski serba tersedia, ketika relasi terasa dangkal meski serba terhubung—itulah saatnya kita kembali memaknai nilai-nilai seperti ketulusan, kesederhanaan, dan kesyukuran.

Lewat nasi kuning, canang, dan doa yang tulus, Hari Raya Kuningan mengingatkan kita untuk tidak lupa bersyukur. Untuk duduk sejenak, diam, dan merasa cukup. Bahwa dalam keheningan itu, kita bisa kembali menemukan diri—bukan versi yang diciptakan oleh dunia luar, tapi yang benar-benar lahir dari dalam.

Hari Raya Kuningan adalah undangan spiritual yang lembut namun kuat. Sebuah momentum untuk merawat kesadaran dan menjadikan spiritualitas bukan sekadar label, tetapi gaya hidup.

Selamat Hari Raya Kuningan.
Semoga generasi milenial semakin sadar, seimbang, dan bahagia—bukan hanya dalam pencapaian, tapi juga dalam keutuhan jiwanya.

Bagikan

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on pinterest

Berita Terkait