Dr. Dewa: Wajah Kebenaran Itu Luas Namun Tidak Multitafsir

Bagikan

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on pinterest
Dr. Dewa Wijaya Saat dihubungi di kantornya di Mabes Polri

(AL IQRO’ Ampenan 30_4_22) Diskusi dan pembahasan tentang kebenaran sudah sangat akrab dengan seluruh lapisan kehidupan manusia. Bahkan tak jarang kebenaran menjadi materi yang menuai timbulnya perdebatan, karena banyaknya pendapat dan standart yang berbeda yang dijadikan dasar dari ciri wajah kebenaran itu sendiri.

Tak terkecuali dalam aspek hukum. Dalam beberapa waktu terakhir negeri ini telah berulang kali dirundung perbedaan cara penanganan kejadian hukum. Perbedaan yang berujung pada lahirnya kebingungan pada sebagian lapisan masyarakat atas konsepsi dari wajah kebenaran itu sendiri.

Dr. Dewa Wijaya seorang pemerhati sosial budaya mencontohkan dua kejadian yang belakangan banyak mendapat atensi publik, yaitu pembunuhan begal dan proses peradilan pedagang pasar yang dituduh melakukan pengeroyokan.

“Ada dua aspek penting yang berpengaruh sangat besar kepada persepsi publik tentang kebenaran, berkaitan dengan penanganan kedua kasus tersebut. Pertama, penanganan kejadian hukum itu sendiri berkaitan dengan norma hukum yang ada, dan kedua dampak dari tingginya atensi masyarakat melalui media sosial terhadap penanganan kasus-kasus itu,” sebut Doktor Hukum yang masih tercatat aktif sebagai prajurit Polri tersebut.

Doktor Dewa tidak berniat membahas detail tentang proses hukum yang berjalan atas dua peristiwa itu. Namun Ia lebih menitik beratkan pada pembelajaran yang bisa diambil tentang wajah kebenaran yang akan dipertontonkan kepada masyarakat luas dalam proses penanganan keduanya.

“Peristiwa hukum yang ditangani dengan standart yang berbeda berpeluang membuat publik keliru mencerna arti kebenaran. Pada dasarnya kebenaran memiliki standart yang sangat sederhana, yaitu kesesuaian antara pengetahuan dengan kejadian atau objek. Namun akan menjadi sulit mengaplikasikannya jika sudah bersangkutan dengan berbagai kepentingan dalam kehidupan manusia dalam kapasitasnya masing-masing,” sambung pria berdarah Puri Satria Dalem Bongancina, Bali tersebut.

Menurutnya akan perlu pembahasan panjang untuk mengupas arti kata kebenaran. Namun ia memiliki resep singkat untuk mengukur hadir tidaknya wajah kebenaran dalam keseharian manusia.

“Terdapat 5 dasar dari kebenaran, pertama pengetahuan, kedua cinta, ketiga keadilan, keempat pengabdian dan kelima kesabaran,” sebut Dewa.

“Meski lima hal itu masing-masing memiliki penjabaran panjang untuk bisa memahaminya dengan mendalam, namun setidaknya kita memiliki ‘road map’ awal untuk mencari wajah kebenaran itu,” sebutnya melanjutkan penjelasanya dengan bahasa yang perlahan.

Dijabarkan Doktor Dewa bahwa jika lima dasar kebenaran itu dihadirkan dalam menangani dua kejadian tersebut maka bentuknya akan berwujud keilmuan yang baik dan cukup terhadap aturan, norma dan budaya hukum sebagai dasar kebenaran yang pertama. Menghadirkan aspek hati nurani yang seimbang dengan logika kemanusiaan sebagai dasar kedua. Menempatkan semua pihak dan bukti pada proposisi yang sesuai sebagai dasar ketiga. Menetapkan diri tidak bertendensi apapun selain pada hakikat tugas fungsi kewenangan untuk dasar keempat dan tidak terburu-buru dalam menentukan keputusan sebagai dasar kebenaran yang kelima.

“Lima bentuk implementasi itu bukan hal yang mudah untuk diwujudkan, namun juga bukan hal yang mustahil untuk dilakukan,” tutupnya sembari menghela nafas panjang. (red)

Bagikan

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on pinterest

Berita Terkait