Manusia Bijak dan Mapan Spiritualitas, Faham Akan Takdir

Bagikan

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on pinterest
AKBP Dr. Dewa Wijaya bersama keluarga saat perayaan ulang tahun putri sulungnya Dewa Ayu Padma Wijaya

AL IQRO’ Ampenan – “Setiap detik usia manusia bertambah. Setiap detik pula sisa usia manusia berkurang. Sampai akhirnya sisa usia tersebut akan habis dan bermuara pada kembalinya manusia kepada Sang Pencipta,”kalimat tersebut mengawali percakapan bernuansa filosofis yang dilontarkan Dr. Dewa Wijaya pada suatu kesempatan, disela perayaan ulang tahun putri sulungnya Dewa Ayu Padma Wijaya di Jakarta, Kamis (29/6).

Dewa yang dikenal cukup akrab dengan lingkungan para pemuka berbagai Agama dan kepercayaan itu, familiar dengan berbagai bentuk pemahaman yang berkaitan dengan filosofi kehidupan. Menurutnya berbagai referensi dari sejumlah keyakinan yang dianut manusia, menyebutkan berbagai hal baik mengenai pemahaman tentang akhir dari kehidupan manusia.

“Takdir manusia adalah berpulang. Sehebat apapun manusia, sekuasa apapun dia bahkan sesakti apapun ilmu yang dimilikinya. Jika takdir itu datang, manusia yang bijak dan mapan spiritualitasnya. Justru akan melepasakan segalanya,” sambung Dewa yang kesehariannya diabdikan sebagai prajurit penegak hukum pada institusi Bhayangkara di Jakarta itu.

Dewa secara jelas menyebutkan bahwa semua yang dimiliki manusia dalam hidupnya, sangat tidak layak untuk membuatnya tidak menyukai tahap akhir dari kehidupan tersebut. Meskipun manusia tersebut memiliki berbagai kemampuan bahkan kedigdayaan, yang membuatnya seakan berada pada tingkat yang berjarak jauh dari akhir kehidupan.

“Manusia yang bijak dan mapan spiritualitasnya, justru akan melepasakan segalanya. Termasuk aji jaya kawijayan yang dimilikinya, lalu memenuhi ketetapan itu,” sambung Perwira berpangkat melati dua dan bergelar Doktor hukum tersebut.

Menurutnya semakin tinggi kemampuan dan pengetahuan serta kedigdayaan seseorang, seharusnya membuatnya semakin mampu dan siap untuk menerima kedatangan proses akhir itu.

“Jika tahu, mengerti dan faham, seharusnya tidak ada rasa takut. Tidak juga ada rasa bersedih. Yang ada hanya rasa ikhlas seikhlas-ikhlasnya.” Tegas Dewa menggambarkan wujud jiwa ksatria memandang kodrat kehidupan itu. (red)

Bagikan

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on pinterest

Berita Terkait