Belilah Telur, Jangan Pulsa

Bagikan

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on pinterest

Akhir bulan lalu, Presiden RI Joko Widodo bicara tentang telur. Ia bercerita tentang kondisi keluarganya semasa kecil. Kehidupan keluarga yang jauh dari standar sejahtera. Rumahnya terletak di kawasan yang kumuh di bantaran sungai. Begitu memprihatin, termasuk untuk dapat makan secara layak. “Telur sebutir dibagi empat,” tutur Jokowi ketika itu, saat acara penyerahan kartu Program Keluarga Harapan (PKH) di Kota Cimahi, Jawa Barat.

Sekarang, kata Jokowi, telur mudah didapat. Harganya telur murah, di kisaran Rp 2000 per butir.

Telur sebagai sumber nutrisi, harganya memang relatif terjangkau. Tetapi, kenyataannya, rata-rata orang  Indonesia  hanya mengonsumsi 87 butir telur per tahun. Ini berarti hanya makan 1 butir telur selama 5 hari. Betapa mirisnya! Rata-rata orang Indonesia mengkonsumsi 87 butir telur per tahun. Berarti orang setiap kepala hanya makan 1 butir telur per 5 hari. Coba bandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Jauh menggungguli Indonesia yang rata-rata mengonsumsi 312 butir telur, atau 5-6 telur perminggu.

Kementerian Sosial tahun 2020 mengalokasikan sebesar Rp31,38 triliun untuk PKH dan penanganan bencana pada 2020. PKH diarahkan untuk tidak hanya perbaikan akses, tetapi juga untuk peningkatan pendapatan masyarakat.

Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial (Linjamsos) Kementerian Sosial, Harry Hikmat, menyebutkan, dari total anggaran tersebut, Rp30,94 triliun atau 98,62 persen dialokasikan untuk PKH, sementara untuk bencana alam sebesar Rp272,93 miliar dan anggaran bencana sosial sebesar Rp 105,2 miliar.

Dana  PKH tahun ini diprioritaskan untuk daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan, dengan memusatkan berkontribusi dalam upaya menurunkan angka gizi buruk dan stunting. Salah satunya, meningkatkan indeks untuk komponen bantuan kepada ibu hamil dan anak usia dini yang semula Rp 2,4 juta menjadi 3 juta setahun.

Sedangkan indeks bantuan untuk komponen yang lain tak berubah. Masing-masing komponen pendidikan anak SD/sederajat senilai Rp 900.000 per tahun, komponen pendidikan anak SMP/sederajat  Rp 1,5 juta per tahun, komponen pendidikan anak SMA/sederajat Rp2 juta per tahun, komponen penyandang disabilitas berat Rp2,4 juta per tahun dan komponen lanjut usia 70 tahun ke atas senilai Rp 2,4 juta per tahun.

Penerima PKH dengan kategori ibu hamil sebanyak 137.000 orang dengan maksimal 2 kali kehamilan, anak usia dini sebanyak 3,15 juta orang, anak sekolah sebanyak 12,71 juta orang, disabilitas berat sebanyak 105.000 orang, dan lansia sebanyak 1,03 juta orang. Ini berarti ada 17 juta lebih warga Indonesia menerima dana PKH.

Kembali ke ihwal telur dan penuturan Jokowi. Pertanyaannya, apakah dengan total anggaran yang digelontorkan untuk masyarakat pra sejahtera itu bisa mengubah kehidupan menjadi lebih layak, setidaknya terpenuhinya kebutuhan nutrisi?

Standar kebutuhan protein harian mulai balita hingga dewasa berkisar antara 10 hingga 54 gram perhari. Pada satu butir telur terdapat 8 gram protein. Ini berarti hampir mencapai 20 persen menyuplai kebutuhan protein seorang lelaki dewasa. Masih butuh sekitar empat butir telur lagi jika tidak mendapat unsur protein dari makanan lainnya.

Jika dana PKH yang rata-rata Rp 150 ribu dibelikan telur, setidaknya didapatkan 600 gram protein dari 75 butir telur setiap bulannya. Ini pun masih jauh dari ideal untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sekurang-kurangnya 1500 gram setiap bulan per kepala! Namun setidaknya ada peningkatan jumlah konsumsi protein yang sangat dibutuhkan tubuh, dari 1 butir menjadi 3 butir per lima hari.

Jokowi menekankan terjadinya peningkatan asupan nutrisi setiap warga, sehingga mewanti-wanti peruntukan dana PKH bukan untuk membeli pulsa yang tak jelas manfaatnya, baik yang berasal dari nabati maupun hewani, termasuk telur. “PKH tidak boleh untuk beli pulsa,” tegasnya. (yung)

Bagikan

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on pinterest

Berita Terkait