Rajin hemat pangkal pandai kaya, syukur pangkal bahagia

Bagikan

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on pinterest
Dharma Wijaya
Dr. Dewa Wijaya dalam satu kesempatan disela kesibukan kerjanya di Jakarta

AL IQRO’ Ampenan – Rajin pangkal pandai dan hemat pangkal kaya. Pepatah yang sudah sangat akrab dengan keseharian seluruh masyarakat Indonesia. Meski sederhana, dua kalimat itu memiliki makna yang dalam dan luas.

Rajin dan hemat adalah dua kata yang mudah disebutkan namun tidak mudah untuk dijalankan. Sementara pandai dan kaya adalah dua tujuan yang hampir semua orang mendambakanya.

Seorang akadekimisi dan pemerhati sosial budaya Dr. Dewa Wijaya menilai bahwa untuk menjalani kehidupan yang baik. Tidak akan cukup hanya dengan menjadi kaya dan pandai. Ada satu tujuan lagi yang disebutnya jauh lebih berharga dari dua hal tersebut.

“Menjadi pandai dan kaya memang kerap menjadi impian banyak orang. Namun yang sering dilupakan banyak orang juga, bahwa dua hal itu tak lantas menjamin kebahagiaan juga akan datang menyertainya,” Cetus Dr. Dewa Wijaya dalam satu kesempatan berbincang dengan beberapa orang disela kesibukannya bekerja.

Bukan tiba-tiba, pengalaman hidup mengajarkan pada Dewa bahwa kebahagiaan adalah tujuan terpenting dalam hidup.

Diketahui bahwa pencapaiannya dalam dunia akademis. Yaitu menyandang gelar Doktor Cum Laude dalam bidang ilmu hukum, menjadi cukup bukti untuk mengukur keilmuan akademisnya. Sementara disisi lain, kerja keras dan kemampuan managerial dalam keluarga, membuatnya bisa dikatakan tak kekurangan suatu apapun dari sisi ekonomi.

Namun tetap saja pandai dan kemampuan ekonomi bukan yang utama baginya. Sebab menghadirkan kebahagiaan dalam keseharian bersama keluarganya, menjadi hal yang jauh lebih penting untuk digapai.

“Bahagia itu adalah tujuan hidup yang utama. Dan kuncinya adalah syukur yang ikhlas,” sebut Dewa memulai penjelasanya.

Doktor ilmu hukum yang saat ini juga masih aktif sebagai Perwira Polri itu, menyebutkan bahwa pangkal kebahagiaan adalah rasa syukur. Dan menghadirkan syukur hanya bisa dilakukan dengan upaya keras untuk mendamaikan hati dan pikiran.

“Harus bisa berdamai dengan hati guna bisa mengendalikan pikiran yang penuh dengan harapan, obsesi dan ambisi. 3 sifat yang sering memaksa kita untuk terus mewujudkan bermacam-macam kepentingan dan keinginan yang sejatinya tidak semua kita butuhkan,” papar Dewa.

Disebutnya juga bahwa untuk bisa menghadirkan rasa syukur yang dibutuhkan dalam upaya merajut kebahagiaan. Setiap individu sebisa mungkin harus selalu berusaha meningkatkan kesadaran, untuk berterimakasih atas apa yang telah dianugerahkan pada dirinya hingga saat ini.

“Optimalkan rasa syukur kepada Tuhan dan leluhur, serta alam semesta dengan tulus dan iklas atas semua berkah yang sudah kita terima sejak kemarin, esok dan yang utama hari ini.” pungkas pria berparas teduh dan sederhana ini, saat menyudahi bincang-bincangnya siang itu. (red)

Bagikan

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on pinterest

Berita Terkait